Mengelola Dana Community Development EMP

Muhammad Hidayaturrahman

Wartawan Tinggal di Jakarta

Corporate social responsibility (CSR) menjadi sangat penting maknanya bagi kegiatan usaha di setiap daerah. Dengan tanggung jawab sosial perusahaan, ketenangan dalam berinvestasi mudah tercapai. Ketika sebuah kegiatan usaha, apapun jenis dan bentuknya, beroperasi di suatu daerah, masyarakat sekitar berhak dan harus bekerja di perusahaan bersangkutan. Bagi warga, perusahaan adalah pendatang atau tamu, sedangkan mereka adalah tuan rumah. Sebagai tuan rumah, mereka merasa berhak atas sumber daya alam (SDA) yang ada. Maka, kalau ada yang melakukan kegiatan usaha, mereka ingin -- dan merasa berhak bahkan wajib dilibatkan.

Masalah timbul ketika berbicara mengenai kemampuan (skill) yang tidak memenuhi persyaratan. Di satu sisi, perusahaan tak akan merekrut karyawan yang tak sesuai kualifikasi. Merekrut pekerja yang tak capable menyebabkan inefesiensi dan kontraproduktif. Namun di sisi yang lain, warga tetap menuntut dipekerjakan, bagaimanapun caranya.

Kondisi ini perlu dicarikan jalan keluar berupa win-win solution, kedua belah pihak sama-sama mendapatkan apa yang diinginkan. Solusi itu adalah CSR yang diwujudkan dalam bentuk program pengembangan masyarakat (community development program).

Bersama masyarakat, perusahaan membentuk komite pemberdayaan masyarakat yang dikelola secara mandiri dan profesional. Perusahaan, melalui departemen public relation menfasilitasi masyarakat untuk mengelola program tersebut.

Program ini harus fokus kepada dua bidang pokok; pendidikan dan ekonomi. Program pendidikan akan melahirkan putera asli daerah yang terdidik dan memiliki skill sesuai kebutuhan perusahaan. Keterbatasan jumlah tenaga kerja yang diperlukan perusahaan, mengharuskan community development committe menata pendidikan tidak hanya berorientasi pada pemenuhan tenaga kerja di perusahaan, melainkan juga pada sumber daya alam, seperti kelautan, kehutanan, pertanian dan lain-lain.

Program pendidikan berjangka panjang, sedangkan program yang berjangka pendek adalah pemberdayaan ekonomi warga. Hal ini dapat dilakukan dengan membentuk kelompok-kelompok usaha yang berorientasi pada pemberdayaan sumber daya manusia berbasis sumber daya alam yang ada. Bila daerahnya berdekatan dengan laut, maka kegiatan harus difokuskan pada pengelolaan sumber daya laut dengan segala turunannya (derivat).

Pemerintah memiliki peranan dan tanggung jawab besar untuk mendukung dan menyukseskan semua kegiatan community development. Banyak hal yang harus dilakukan untuk mewujudkannya. Misalnya saja dengan memberikan bantuan fasilitas maupun membuat regulasi atau kebijakan yang memudahkan pelaksanaan program yang ada. Pemerintah juga bisa mengajak perguruan tinggi yang dekat dengan pelaksanaan program, untuk berbagi ilmu pengetahuan dan teknologi.

Selain mendukung program, pemerintah juga harus menjadi supervisor terhadap community development committe. Sebagai supervisor, pemerintah berhak bahkan wajib memberi kritik dan saran terhadap pelaksanaan program. Pemerintah harus menerapkan asas reward and punishment dalam menjalankan fungsi supervisinya. Ketika program berhasil sesuai dengan rancangan dan tujuan, pemerintah harus memberikan reward. Sebaliknya, ketika program gagal, harus diberikan punishment.

Dengan demikian, bagi perusahaan, CSR harus dipandang sebagai bagian dari investasi, dalam hal ini disebut sebagai investasi sosial, bukan sekadar derma (charity) seperti yang selama ini terjadi. Karena merupakan investasi, perusahaan harus mendapatkan imbalan dari apa yang diinvestasikannya. Ini bisa berupa terpenuhinya tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan, bisa juga berupa dukungan sosial dari warga yang menciptakan iklim lebih kondusif untuk operasional perusahaan.

Hal ini yang sebetulnya tidak terlihat pada pengelolaan dana community development EMP Ltd yang beroperasi di Pagerungan Besar dan Sepanjang. Padahal dana yang digelontorkan untuk program ini cukup besar. Dari rapat yang pernah saya ikuti, pada 2005 lalu, mencapai Rp 5 miliar. Pengelolannya yang masih tidak transparan dan cenderung menjadi "bancaan" para pejabat dari semua tingkatan. Pihak perusahaan juga seakan tidak mau tahu dengan "mubadzir" dana yang mereka keluarkan, karena dengan begitu dapat menyenangkan pihak-pihak yang mendapat keuntungan. Dana itu susah untuk diaudit, sebab pemrintah dalam hal ini Wakil Bupati menjadi ketuanya. Begitu dengan tolok ukur keberhasilannya tidak jelas, karena diarahkan untuk program yang hampir sama dengan APBD.

Disarikan dari tulisan penulis dengan judul "CSR Sebagai Investasi Sosial" sebagai tulisan Pemenang Ketiga Lomba Penulisan Esai Bertema CSR yang diselenggarakan Majalah SWA dan PT Newmont Pacific Nusantara, Mei 2007.

2 komentar:

supri adi mengatakan...

Saya salut kepada temen-temen HIMAS, dan alumninya yang selama ini sadar akan diri dan organisasinya. bahwa sebenarnya organisasi HIMAS sebagai mediasi masyarakat kepulauan se-kec. sapeken untuk membangun dan meningkatkan dari ketertinggalan dan keterpurukan yang selama ini di alamai oleh SDM dan SDA kita!
memang benar apa yang dituangkan oleh temen-temen di blog ini, bahwa potensi anak kepulauan sapeken sangat besar dan tidak perlu di ragukan lagi teruma kakak ku yang sudah banyak berkoment selama ini dimedia.................
tapi ingat....!jangan cuma wacana dan berkoment saja; karna sbenarnya bukan cuma HIMAS yang mau di bawa kemana tapi ada yang lebih terpenting yaitu SDM dan SDA kepulauan kita yang tercinta mau kita bawa kemana???
HIMAS..!amalkan dg kontinyu hal-hal positif yg kecil, karena dia adalah tangga untuk sukses.
"banyak sekali yang pintar, tapi belum tentu paham"
"fakta atau kenyataan itu bukan di alam fikiran tapi di alam tindakan saudaraku"

By. SUPRI ADI

supri adi mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.